Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 10 Januari 2017

Kura-Kura Kepala Semangka Diambang Kepunahan

Tum-tum (Callagur borneoensis)
Tum-tum sebutan masyarakat Kalimantan Timur pada salah satu jenis kura-kura air Asia tenggara ini merupakan salah satu jenis kura-kura yang sedang terancam kepunahan, populasinya di habitat alami diyakini terus mengalami penurunan. Ekspor daging untuk dikonsumsi, ditangkap untuk menjadi hewan peliharaan hingga kerusakan habitat merupakan masalah krusial yang setidaknya dialami oleh jutaan ribu flora fauna dunia Termasuk Indonesia, dan masalah-masalah tersebut juga terjadi pada spesies eksotik ini. Jika tidak segera ditangani bukan tidak mungkin bahwa kedepan spesies ini tidak akan menghuni bumi lagi, hanya menyisakan foto, hasil peneltian atau bahkan awetan spesimen itu sendiri.

Tum-tum (Callagur borneoensis)
Individu Jantan Callagur borneoensis

Reptil yang termasuk kedalam genus Emydidae ini merupakan reptil eksotik yang umumnya mempunya persebaran di kawasan Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam hingga Indonesia. Tum-tum atau tuntong laut mempunyai banyak panggilan di setiap daerah yang menjadi persebarannya, seperti di Sumatera orang menyebut hewan ini dengan nama tuntung, sedangkan mayarakat Kalimantan timur menyebutnya dengan istilah Kura-kura jidad merah dan dalam bahasa inggris disebut Painted Batagur, Painted Terrapin, Saw-jawed Terrapin, atau Three-striped Batagur. Selain itu hewan ini juga mempunyai banyak nama dalam istilah latin seperti Batagur borneoensis dan Emys borneoensis.
Callagur borneoensis saat musim kawan
Deskripsi spesies
Sesuai dengan namanya Three-striped Batagur, Tum-tum mempunyai 3 buah garis yang tersusun secara vertikal di atas karapaks/tempurungnya, umumnya pada betina corak garis tersebut agak memudar. Spesies ini termasuk kedalam jenis kura-kura full aquatic dimana ia lebih banyak menghabiskan hidupnya di dalam air dan hanya sesekali keluar kepermukaan air untuk berjemur (basking). Spesies ini menyukai habitat air payau berlumpur, sperti muara atau padang mangrove, ia banyak ditemukan di persisir pantai ketika musim bertelur antara bulan Juni hingga Agustus, atau pada bulan Oktober hingga Januari.


Kingdom
Animalia
Filum
Chordata
Kelas
Reptilia
Ordo
Testudinae
Famili
Emydidae
Genus
Callagur
Spesies
Callagur borneoensis
Sumber
Schlegel and Muller, 1884









Biasanya dalam satu kali musim bertelur terdapat ± 20 ekor betina dalam satu garis pantai, karena sering ditemukan di laut spesies ini juga disebut dengan istilah Tuntong laut. Betina pada umumnya mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan pejantannya, namun dari segi warna pejantan lebih menarik daripada betina. Karapaks hewan ini dapat mencapai panjang 60 cm, bahkan pernah ditemukan spesimen yang mempunyai panjang karapaks berukuran 75 cm, individu betina dan jantan lebih mudah dibedakan ketika musim kawin, jantan akan mempunyai kepala berwarna putih dengan garis berwarna merah menyala dari ujung moncong hingga kebagian belakang kantung mata, selain itu karapaks jantan juga mempunyai lebih banyak corak berwarna hitam dengan warna dasar abu-abu, sedangkan betina mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dengan warna keseluruhan coklat ke abu-abuan. Dalam satu kali musim bertelur, hewan ini dapat menghasilkan 12-22 butir telur derukuran 68-76 x 36-44 mm yang diletakkan dalam sarang galian.
Tum-tum (Callagur borneoensis)
Kegiatan pemberian pakan Callagur borneoensis
Di Pusat Studi dan Konservasi Biodiversitas Indonesia
Sarang spesies ini lebih mudah untuk ditemukan, karena tidak seperti penyu hewan ini tidak membuat sarang pengecoh untuk melindungi sarang sebenarnya, oleh karena itu telurnya lebih mudah untuk ditemukan, hal ini merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab berkurangnya spesies tum-tum di alam bebas. Seperti kebanyakan jenis kura-kura lainnya, spesies ini juga menjadikan tumbuhan sebagai makanan utamanya, seperti buah mangrove, akar maupun daun magrove, namun sesekali mereka juga memakan beberapa jenis kerang dan udang-udangan. 

Status konservasi
Hingga saat ini jumlah tum-tum (Callagur borneoensis) di alam tidak diketahui secara pasti, namun diyakini terus mengalami penyusutan, eksploitasi habis habisan menyebabkan spesies ini terdesak hingga ke garis merah kepunahan, Malaysia dan Thailand penah tercatat melakukan ekspor besar-besaran spesies ini ke Cina, di akui bahwa pada tahun 2001 Thailand pernah mengimpor 100 spesimen spesies ini ke Cina untuk keperluan konsumsi, oleh karenanya sekarang di Thailand spesies ini sudah diambang kepunahan, selain dikonsumsi daging dan telurnya spesies ini juga banyak dperjual belikan sebagai binatang peliharaan eksotik (coba buka di akun-akun online penjualan hewan), selain itu kondisi habitat alamiah yang kian rusak dan terus berkurangnya pasokan pakan alamiah juga menjadi salah satu penyebab penurunan populasinya, penambangan pasir, pengembangan garis pantai, pembuatan bendungan hingga dinding laut atau dermaga juga mengambil andil dalam kasus penurunan populasi spesies ini.

Oleh karenanya Wildlife Conservation Society dan Turtle Conservation Coalition, memasukkan spesies ini kedalam Top 25 Endangered Tortoises and Freshwater Turtles (25 Penyu dan Kura-Kura Paling Terancam Punah). Sedangkan International Union for the Conservation of Nature (IUCN), memasukkan tum-tum (Callagur borneoensis) kedalam kategori Critically Endangered (terancam punah) karena di duga 80% spesiesnya telah mengalami penurunan selama 3 generasi terakhir, sedangkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) memasukkan spesies ini kedalam daftar Apendiks II. Semantara itu Indonesia yang juga menjadi negara persebaran spesies ini telah melindungi hewan eksotik ini melalui PP. No. 7 Tahun 1999 dan Peraturan Menteri Kehutanan P.57/Menhut-II/2008. Di Indonesia spesies ini banyak dijumpai di perairan Kalimantan hingga Sumatera.


Pusat Rehabilitasi dan Konservasi Biodiversitas Indonesia  




Fakta menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara yang menjadi kawasan persebaran tum-tum (Callagur borneoensis) khususnya Kalimantan Selatan juga mengambil andil dalam permasalahan penurunan jumlah speises endemik ini, jika tidak segera dilakukan upaya rehabilitasi habitat dan spesies bukan tidak mungkin nantinya nasib kita akan serupa dengan Thailand, kehilangan salah satu kekayaan keanekaragaman hayatinya. Oleh karenanya Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia/ Biodiversitas Indonesia memasukkan spesies ini kedalam daftar spesies yang akan ditangkarkan, hingga saat ini BI telah berupaya melakukan proses Breeding  terhadap spesies langka tersebut, diharapkan dari kegiatan ini akan dihasilkan anakan-anakan tum-tum (Callagur borneoensis) yang nantinya dapat dikembalikan kehabitat alaminya, dan dapat menambah populasinya di alam.
Referensi
Alamendah. 2012. http://alamendah.org/2012/05/29/tuntong-laut-batagur-borneoensis-salah-satu-reptil-terlangka/. Viewed Desember 2014.
Anon. (2005). http://www.empireoftheturtle.com (Updated October 15th 2005). Viewed January 2006.
Asian Turtle Trade Working Group (2000a). Callagur borneoensis. In: IUCN (2004). 2004 IUCN Red List of Threatened Species. www.iucnredlist.org Viewed January 2006.
Asian Turtle Trade Working Group (2000b). Conclusions from the Workshop on Trade in Tortoises and Freshwater Turtles in Asia, Dec 1-4, 1999, Phnom Penh, Cambodia. http://www.traffic.org/turtles (In: AC20 Doc. 8.5 – p. 163 Callagur borneoensis. Viewed January 2006).
CITES (2004). Interpretation and Implementation of the Convention Species Trade and Conservation Issues. Conservation of and Trade in Tortoises and Freshwater Turtles CoP13 (CoP13 Doc. 33). (Thirteenth meeting of the Conference of the Parties Bangkok, Thailand, 2-14 October 2004).  http://www.cites.org/eng/cop/13/doc/E13-33.pdf Viewed January 2005.
Guntoro, Joko. 2014. Tracing the Footsteps of the Painted Terrapin (Batagur borneoensis) in the Aceh Tamiang Regency, Aceh, Indonesia.  Preliminary Observations. Radiata 21 (1) (2012).
IUCN (2004) 2004 IUCN Red List of Threatened Species, www.iucnredlist.org Viewed January 2006.
Turtle Conservation Fund (2003). The world’s top 25 most endangered Turtles http://www.conservation.org/ImageCache/news/content/press_5freleases/2003/may/turtle_5fkit/25turtprofiles0503_2epdf/v1/25turtprofiles0503.pdf    Viewed January 2006.

1 komentar:

  1. Harusnya hewan ini selain dikonservasi dapat dimanfaatkan anakan hasil captive breeding sebagai komoditi hewan eksotis ke luar negeri sehingga penangkaran justru dapat meningkatkan jumlahnya tidak hanya di alam liar (hasil pelepas liaran sebagian penangkaran) tapi juga di tangan pemelihara dan kolektor.... jangan hanya dilarang dipelihara namun kerusakan habitat tidak diperhatikan..... contoh kasus thdp Jalak Bali yang langka di Indonesia namun krn breeding justru lebih banyak di luar negeri pada saat itu.

    BalasHapus