Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 08 Februari 2014

Kampung Bekantan di Tapin

Bekantan (Nasalis larvatus)
Kabar baik bagi upaya perlindungan dan pelestarian satwa endemik Bekantan. Untuk "mengamankan" sekitar 358 ekor bekantan di kecamatan Tapin Tengah, Bupati Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan HM Arifin Arpan menyediakan sekitar 90 Ha areal hutan yang di jadikan "Kampung Bekantan". 

Kampung Bekantan ini merupakan suatu wadah atau areal untuk perlindungan habitat "Si Pemalu" dari ancaman kepunahan. Dengan adanya Kampung Bekantan di harapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut menjaga hewan di lindungi ini.

Di tambahkan oleh HM Arifin Arpan, dalam waktu dekat pihaknya akan membangun dermaga dan menara pantau di lokasi habitat Bekantan tersebut serta menerbitkan peraturan bupati tentang pengamanan  habitat Bekantan itu dari pihak-pihak yang mencoba melakukan kegiatan alih fungsi.

Perhatian dan kepedulian terhadap Bekantan fauna maskot provinsi Kalimantan Selatan ini memang menunjukan indikasi yang semakin membaik, salah satunya berkat upaya Sahabat Bekantan yang gencar melakukan berbagai kegiatan baik berupa Sosialiasi, observasi maupun publikasi di media cetak dan online.

Tentunya masyarakat Kalsel berharap, kedepan satwa unik dan langka ini tidak hanya tinggal cerita. Terlebih sebuah penelitian mengungkapkan jika tidak ada upaya serius untuk menyelamatkannya diperkirakan hewan ini akan punah 14 tahun lagi (teks mj/foto Ichwan Hakeem).

Jumat, 07 Februari 2014

Komunitas Sahabat Bekantan

Kampanye Sahabat Bekantan pada peringatan Hari Primata Nasional
Minimnya perhatian terhadap hewan Bekantan menggugah hati sejumlah remaja untuk ikut mengembangkan sekaligus menjaga hewan endemik khas banua itu dari kepunahan.

Oleh sebab itulah remaja yang tergabung dalam Sahabat Bekantan itu membentuk komunitas.
Sahabat Bekantan adalah merupakan komunitas pecinta Bekantan Indonesia yang didirikan oleh pusat studi dan konservasi keanekaragaman hayati Indonesia.

Ketua Sahabat Bekantan, Agustina Ambar Pertiwi, mengatakan komunitas ini dibentuk pada November 2013 lalu dalam rangka membantu pemerintah terhadap perlindungan Bekantan di Kalimantan Selatan.
"Lalu Biodiversitas Indonesia Kalsel membuat program Sahabat Bekantan  dengan misi Save Our Mascot," tandas Alumni Unlam Jurusan Pendidikan Biologi ini.
Program ini bertujuan melakukan sosialisasi untuk perlindungan dan pelestarian Bekantan, Pencegahan dan menghentikan perburuan liar serta perdagangan Bekantan dan kegiatan konservasi yang difokuskan di Pulau Bakut, Barito Kuala.

Selain itu, kata dia, komunitas ini berguna mensosialisasikan sekaligus memperjuangkan kelestarian "Si Pemalu" yang kini populasinya semakin menurun.
Kehadiran Sahabat Bekantan tentunya sangat diharapkan untuk membantu upaya pelestarian hewan yang telah ditetapkan sebagai maskot banua.
"Dengan jumlah anggota yang mencapai 50 orang, kami yakin kami bisa," sebut Ambar.

sumber :
http://banjarmasin.tribunnews.com/2014/02/07/sahabat-bekantan-yakin-bisa-lestarikan-maskot-kalsel-ini

Minggu, 02 Februari 2014

Perjalanan Tim Biodiversitas Indonesia Menjumpai Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus)

Biodiversitas Indonesia- Menyusuri sungai di antara rimbun semak serta teduhnya daun pepohonan di pedalaman Kalimantan Tengah menjadi pengalaman unik yang tak terlupakan  bagi Tim Biodiversitas Indonesia bersama Sahabat Bekantan. Apalagi  bisa bertemu, melihat dan mengamati aktivitas Orangutan dari jarak hanya beberapa meter rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. 
Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng

Menyusuri sungai atau menembus lebatnya rimba hutan Kalimantan memang bukan pertama kalinya bagi Tim Biodiversitas Indonesia, tapi yang berbeda kali ini ada misi khusus yaitu berjumpa dan mengenal lebih dekat Orangutan Kalimantan ( Pongo pygmaeus) salah satu dari dua sub-spesies orang utan yang ada di Indonesia, selain kerabatnya yaitu Orangutan Sumatera (Pongo abelli) yang ada di Pulau Sumatera. 
Tim Biodiversitas Indonesia
Tim Biodiversitas Indonesia dan Sahabat Bekantan
 Bersama pihak BOS Nyaru Menteng dan Wildlife Photograper Palangkaraya
Berangkat dari Banjarmasin, Tim Biodiversitas Indonesia memilih transportasi darat menggunakan mobil menuju Kota Palangkaraya. Banjarmasin-Palangkaraya berjarak sekitar 192 Km dengan lama waktu tempuh berkisar antara 4,5-5 jam. Tujuan Tim adalah Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Yayasan Borneo Orangutan Survival di Nyaru Menteng yang berjarak kurang lebih 28 km dari Pusat Kota Palangkaraya. 

Tiba di Palangkaraya, Tim tidak lantas langsung meluncur ke BOS Nyaru Menteng melainkan menuju kantor BKSDA untuk mengurus beberapa surat izin masuk kawasan konservasi (SIMAKSI). Berkat bantuan bang Ugi dari Komunitas Wild Life Fotografi, Tim sangat terbantu dalam pengurusan surat menyurat ini.  Hari menjelang sore, Kami bergerak menuju tempat peristirahatan untuk beristirahat melepas penat dan lelah selama perjalanan. 
Pengurusan SIMAKSI di BKSDA Kalimantan Tengah


Malam yang gelap dan dingin akhirnya berlalu, perlahan cahaya redup mulai menyeruak di ufuk timur pertanda matahari akan segera muncul, Tim segera berkemas untuk melanjutkan perjalanan. Meski waktu baru menunjukan pukul 07.00 WIB tetapi Tim sudah tiba di lokasi, maklum jarak lokasi dari tempat menginap hanya sekitar 25 km. Karena masih terlalu pagi Kami harus menunggu perwakilan pihak BOS Nyaru Menteng untuk menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan Tim Biodiversitas sekaligus menyerahkan SIMAKSI.

Di luar dugaan ternyata Kami harus menunggu cukup lama untuk bertemu perwakilan pihak BOS yang akhirnya setelah hampir pukul 09.00 WIB baru menerima Kami. Koordinator Tim, Zainuddin didamping rekan-rekan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan Kami. Sekali lagi, Kami harus menelan kekecewaan ternyata untuk bisa bertemu dan melihat aktifitas Orangutan dari dekat di Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng terkesan sangat ribet dan berbelit-belit. Dengan berbagai alasan yang di kemukakan oleh Monterado Fridman Koordinator Komunikasi dan Edukasi Nyaru Menteng pada intinya menjadi sesuatu yang hampir mustahil bagi masyarakat awam bisa berada di posisi yang cukup dekat dengan Orang-orang utan di sini. Namun bagi para donatur atau pengadopsi yang umumnya warga negara asing justru sebaliknya.

Bagi Tim Biodiversitas Indonesia dan Sahabat Bekantan, sebenarnya melihat dan berjumpa Orangutan di Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Nyaru Menteng bukanlah prioritas, karena sebenaranya yang menjadi tujuan utamnya adalah melihat aktifitas mereka di alam liar atau hutan. Kamipun tidak ingin berlama-lama "ngobrol" di Ruang Informasi dan Edukasi yang notabene sebagian besar informasi mengenai Orangutan dan Yayasan BOS tersebut bisa dengan mudah didapat di berbagai sumber di internet.

Untuk diketahui, selama proses Rehabilitasi dan Reintroduksi setiap individu Orangutan akan menjalani beberapa tahapan yaitu Karantina, Sosialisasi dan Release yang lamanya bahkan bisa mencapai 6-8 tahun. Nah, di antara tahap tersebut ada namanya tahap Pra release atau pra pelepasan di mana Orangutan yang sudah hampir siap dilepas liarkan akan ditempatkan di Hutan Singgah, sebuah kawasan hutan yang memang memiliki keanekaragaman hayati mendekati habitat aslinya. Tujuannya adalah untuk melatih dan memunculkan insting liar si Orangutan sehingga benar-benar siap di lepas-liarkan.

Hutan singgah ada di beberapa tempat yang jaraknya tidak jauh dari lokasi Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan. Lokasi tersebutlah yang rencananya akan dituju oleh Tim untuk melihat dan mengamati perilaku dan tingkah polah Orangutan semi liar di habitat hutan singgah.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukan pukul 11.00 WIB, terik matahari semakin menyengat Tim meluncur menuju salah satu dermaga terdekat dengan hutan singgah. Setelah bernegosiasi dengan masyarakat pemilik perahu motor yang memang kerap di sewa untuk tujuan serupa akhirnya Kami berangkat ke lokasi.
Persiapan Tim menuju Lokasi Habitat Orangutan

Menyusuri Sungai menuju Habitat Orangutan Kalimantan Tengah
Suasana Habitat Orangutan


Aktivitas Orangutan di alam


Meski terik matahari terasa membakar kulit, Tim tampak tak kehilangan semangatnya. Perahu motor terus melaju menyusuri sungai. Sarang-sarang Orangutan di pepohonan  menandakan bahwa disini memang habitat mereka. Tiba-tiba pandangan semua mata tertuju pada titik yang tunjuk oleh salah satu anggota Tim Biodiversitas Indonesia dan Sahabat Bekantan, "Orangutan," ucap Wandi, sembari menunjuk pada satu individu Orangutan yang tampak sedang berendam di tepian sungai. Panas matahari yang menyengat rupanya membuat Orangutan ini memutuskan berendam.
Orangutan

Setelah mengabadikan moment tersebut, perahu motor kembali bergerak. Tak jauh berselang, Kami kembali memusatkan perhatian pada beberapa Orangutan di salah satu pohon. Salah satu Orangutan tersebut tampak bergelantungan sedangkan yang lain hanya berpegangan pada salah satu dahan tampak bernaung dari terik matahari. Berada di atas Perahu motor yang relatif kecil dan mudah goyang akibat ombak arus sungai yang cukup deras membuat Tim kesulitan mengambil gambar, meski menggunakan kamera tele. Menurut juru kemudi, setiap perahu yang membawa pengunjung tidak diperkenankan mendekati Orangutan kurang dari jarak 15 meter apalagi menambatkan perahu di tepian sungai.

Sepertinya hari itu memang menjadi salah satu hari terpanas, karenanya Koordinator Tim akhirnya meminta juru kemudi untuk kembali. Di perjalanan pulangpun, Kami masih melihat beberapa Orangutan tampak sedang asik dengan aktifitas mereka masing-masing. Meski menurut juru kemudi Kami datang tidak waktu dan moment yang pas karena biasanya waktu terbaik mengunjungi hutan singgah adalah saat Feeding yaitu pemberian suplai makanan oleh pihak BOS Nyaru Menteng. Saat Feeding, semua Orangutan akan keluar dari dalam hutan untuk mengambil makanan berupa buah dan umbi-umbian pada pagi dan sore hari. Namun Tim merasa cukup puas bisa mendapatkan kesempatan langka bertemu dan melihat langsung aktifitas dan tingkah polah Orangutan di alam.