Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 19 Januari 2014

Sikap Acuh Pengunjung, Petaka Satwa Kebun Binatang

Matinya puluhan satwa Kebun Binatang Surabaya (KBS) dalam beberapa bulan terakhir membuat hati kita miris. Kematian beberapa hewan langka yang bahkan beberapa di antaranya adalah koleksi satu-satunya KBS dimana seharusnya bisa menjadi objek bagi masyakarat untuk melihat dan mengenal satwa tersebut lebih dekat  kini sudah tidak ada. Tidak sedikit masyarakat yang mempertanyakan tim pengelola KBS. Banyak pula yang menganggap pengelola kurang serius dalam merawat satwa tersebut dan hanya memikirkan keuntungan semata.
Beruang, salah satu  hewan yang menghuni Kebun Binatang Surabaya

Namun jika kita cermati, kematian hewan-hewan koleksi Kebun Binatang tidak sepenuhnya karena kesalahan pengelola atau petugas Kebun Binatang. Tanpa disadari kerap kali pengunjung turut andil menjadi penyebab kematian bagi satwa-satwa malang tersebut. Perilaku acuh pengunjung terhadap tata tertib di Kebun Binatang, seperti tidak membuang sampah pada tempatnya, tidak memberi makan hewan dengan makanan sembarangan, dan tidak menganggu atau mengagetkan satwa, serta berbagai aturan lain menjadi penyebab kematian mereka. 

Kematian Jerapah (Giraffa Camelopardalis Reticulata) di Kebun Binatang Surabaya yang di dalam perutnya ditemukan  sekitar 20 kilogram kantong plastik, cukup menjelaskan perlunya menjaga kebersihan Kebun Binatang dari berbagai jenis sampah. Adalah sulit bagi pengelola untuk menjaga seluruh Area Kebun Binatang bebas dari sampah tanpa peran serta dan dukungan setiap pengunjung yang datang. Sampah plastik memang kerap kali dilaporkan menjadi penyebab matinya berbagai spesies hewan sebagai contoh kematian Penyu Hijau (green sea turtle) di lepas pantai Argentina dan kematian spesies Albatros.

Tidak memberi makan hewan di kebun binatang secara sembarangan tidak kalah pentingnya. Petugas Kebun Binatang tentunya telah mengatur dan memberi makan hewan-hewan tersebut sesuai dengan jenis makanan yang tepat. Maksud baik pengunjung untuk memberi makanan tanpa pengetahuan dasar mengenai jenis pakan yang tepat untuk hewan justru dapat berakibat fatal. Sebagai contoh bagi masyarakat awam menganggap Bekantan (Nasalis larvatus) mungkin sama halnya dengan monyet biasa yang menyukai pisang matang atau buah-buahan lainnya. Padahal faktanya, Bekantan tidak memakan buah-buahan matang yang banyak mengandung gula karena dapat membuatnya kembung.

Menjaga ketenangan serta tidak melakukan aktifitas yang dapat mengaggetkan binatang juga tidak kalah pentingnya. Beberapa hewan sangat mudah stress jika dikagetkan atau diperlakukan secara tidak wajar. Hewan yang mengalami stress akan susah makan dan akhirnya perlahan-lahan mati. 

Marilah menjadi pengunjung yang bertanggung jawab, dengan turut menjaga kelangsungan satwa-satwa Kebun Binatang dengan mentaati aturan-aturan yang ada. Mari bersama kita dukung Kebun Binatang di Indonesia untuk berbenah sehingga bisa lebih serius dan fokus terhadap perawatan satwa-satwa yang ada. Kita juga berharap pemerintah dan instansi terkait tidak hanya fokus membenahi Kebun Binatang, tetapi juga serius menjaga habitat asli hewan-hewan tersebut dengan tidak mudah memberikan izin kepada perusahaan yang berhubungan dengan kegiatan alih fungsi hutan (mj). 



Minggu, 12 Januari 2014

Habitat Terbatas Populasi Burung Kareo Padi semakin menurun

Kareo Padi atau oleh masyarakat Kalsel disebut Burak-burak adalah nama jenis bagi burung yang kerap ditemukan di rawa-rawa, sekitar tepian sungai, waduk, tambak dan persawahan. Burung ini berukuran tidak terlalu besar,  panjang tubuh dewasa dapat mencapai  25-30 cm dengan warna dominasi hitam atau abu-abu dan putih serta sedikit warna seperti merah bata pudar di bagian bawah ekor. 


Pemburu Burak-Burak
Hidup secara berpasangan atau sendiri dengan memakan serangga kecil, katak kecil, ikan, cacing dan biji rerumputan. Memiliki suara khas berpola "kwok-kwok" atau "turr kwak-kwak". Sarang di buat dari rerumputan di dalam vegetasi yang tertutup, sekali bertelur bisa menghasilkan 3-6 butir dengan masa berbiak sepanjang tahun.
Hasil Tangkapan Burak-burak 
Selain di Indonesia  Kareo Padi juga bisa ditemukan antara lain di India, Cina selatan, Asia tenggara,  dan Filipina. Di Indonesia burung ini bisa di jumpai antara lain di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Burak-burak termasuk hewan penetap atau tidak melakukan migrasi.
Kareo Padi atau Burak-burak (Amaurornis phoenicurus)
yang telah di sembelih
Meskipun secara status menurut IUCN, Kareo Padi atau Burak-burak sementara ini masih berstatus Least Concern (LC) atau Berisiko rendah namun jika perburuan dan laju alih fungsi habitat tidak terkendali tidak mustahil status ini bisa naik menjadi Near Threatened (NT) atau bahkan Vulnerable (VU). 

Ancaman terbesar hewan ini adalah perburuan oleh masyarakat untuk di konsumsi serta alih fungsi habitat mereka. Kini ditengah tingginya permintaan akan daging burung tersebut, habitat yang terbatas untuk mendukung perkembangbiakannnya membuat populasi Kareo Padi semakin menyusut. Bahkan menurut penuturan warga di beberapa kawasan seperti di Marabahan, burung ini sudah mulai jarang di jumpai, padahal beberapa tahun sebelumnya burung ini masih sering terlihat di sekitar persawahan dan semak rawa.

Sistem Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Gruiformes
Famili: Rallidae
Genus: Amaurornis
Spesies:  Amaurornis phoenicurus Pennant, 1769

Selasa, 07 Januari 2014

Tim Sahabat Bekantan Pantau "Proboscis Monkey" Pulau Kaget


Sahabat Bekantan - Hari masih pagi Tim Sahabat Bekantan dipimpin oleh Zainuddin Ketua Divisi Konservasi tampak sibuk berkemas. Rupanya mereka sedang mempersiapkan segala keperluan guna pengamatan Bekantan (Nasalis larvatus) di salah satu pulau yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Barito Kuala yaitu Pulau Kaget. 


Pagi itu (Minggu, 05/01/14), mereka bergerak dari sekretariat Biodiversitas Indonesia menggunakan transportasi darat menuju dermaga dimana sebuah kapal motor telah dipersiapkan untuk mengantarkan ke lokasi tujuan.

Tim Observasi
Observasi Tim Sahabat Bekantan di Pulau Kaget
Pengamatan Bekantan

Pulau Kaget adalah sebuah delta yang terletak di tengah-tengah sungai Barito termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Tabunganen, Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Pulau Kaget terletak dekat muara sungai Barito dengan perwakilan tipe ekosistem hutan mangrove dengan berbagai jenis flora seperti rambai (Sonneratia caseolaris), nipah (Nypa fructicans), bakung (Crinum asiaticum), jeruju (Acanthus ilicifolius), dan lain-lain. Selain merupakan kawasan konservasi habitat Bekantan (Nasalis larvatus), Pulau Kageet juga menjadi habitat bagi fauna lain  seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), elang laut perut putih (Heliaetus leucogaster), elang bondol (Haliastur indus), raja udang biru (Halycon chloris), dan lain-lain.
Suaka Margasatwa Pulau Bakut
Pada tahun 1999, pulau ini ditetapkan Sebagai Cagar Alam sesuai  Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 337/Kpts-II/1999 tanggal 24 Mei 1999. Namun sempat mengalami degradasi sehingga dilakukan rehabilitasi kawasan khususnya tanaman Rambai Padi yang menjadi sumber makanan utama Bekantan. Atas pertimbangan tersebut akhirnya Menteri Kehutanan dan Perkebunan mengeluarkan  Surat Keputusan Nomor: 772/Kpts-II/1999 tanggal 27 September 1999  yang mengubah fungi kawasan tersebut dari Cagar Alam menjadi Suaka Margasatwa.

Bekantan (Nasalis larvatus)





Usaha rehabilitasi kawasan tersebut rupanya membuahkan hasil, berdasarkan observasi Tim Sahabat Bekantan setidaknya ditemukan sekitar 6 kelompok bekantan dengan jumlah rata-rata anggota sebanyak 7-15 individu perkelompok. Hasil observasi ini tentunya sebuah kabar gembira, karena sebelum tahun 90-an Pulau Kaget sempat mengalami degradasi kawasan yaitu matinya sebagian besar pohon Rambai padi (Soneratia caseolaris) yang berimbas pada penurunan populasi Bekantan secara drastis. 

Amalia Rezki, Ketua Biodiversitas Indonesia yang juga turut serta dalam kegiatan observasi tersebut mengaku sangat senang. Untuk turut menjaga keberhasilan upaya rehabilitasi kawasan tersebut rencananya Biodiversitas Indonesia akan membentuk tim pantau khusus guna mengikuti perkembangan populasi bekantan di Pulau Kaget sekaligus melakukan sosialiasi konservasi bekantan kepada masyarakat sekitar.