Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 01 November 2014

Biodiversitas Indonesia Temukan Orangutan Kalimantan Selatan

Biodiversitas Indonesia - Setelah melalui proses perjalanan panjang, tim ekspedisi Biodiversitas Indonesia akhirnya bisa melacak keberadaan Orangutan (Pongo pygmaeus) di Kalimantan Selatan. Hasil temuan ini cukup mengejutkan lantaran selama ini diyakini Bornean Orangutan memang terdapat hampir disemua hutan dataran rendah pulau Kalimantan kecuali Kalimantan Selatan dan Brunei Darussalam misalnya seperti yang tertulis di artikel http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_utan (setidaknya sampai 1 November 2014).
Tim Ekspedisi
Basecamp Tim Ekspedisi Orang Utan Kalimantan Selatan
 
Ditemukannya Bornean Orangutan di Kalimantan Selatan oleh Tim Ekspedisi Biodiversitas Indonesia merupakan catatan sejarah baru dalam dunia Orang utan. Namun fakta ditemukannya Orangutan di Kalsel tidak semata-mata membawa kabar gembira, keprihatinan dan kekhawatiran terhadap bahaya serta ancaman terhadap salah satu primata terbesar ini membuat tim ekspedisi segera membentuk organisasi khusus perlindungan Orangutan khususnya yang berada di wilayah Kalsel. 


Penemuan Sarang Bornean Orangutan

Bornean Orangutan
Sarang Orangutan
The South Borneo Orangutan Care (SBOC) adalah organisasi sosial yang membantu pemerintah dalam upaya konservasi Orangutan, melalui berbagai program, termasuk perlindungan habitat, proyek rehabilitasi dan perawatan pusat primata yatim. Juga program konservasi dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, melobi berbagai Pemerintah dan bekerja dengan masyarakat setempat untuk meningkatkan dukungan dan pemahaman tentang orangutan.



Serunya Aksi Tanam Pohon, Untukmu Bekantan

Inilah beberapa dokumentasi serunya Aksi Tanam Pohon Untukmu Bekantan, yang tidak hanya di ikuti oleh relawan dari Indonesia tetapi juga oleh relawan dari beberapa negara di dunia. Kegiatan yang di usung oleh The Bekantan Twin Project ini didukung oleh BKSDA Kalsel dan Sahabat Bekantan Indonesia.  
Aksi Tanam Pohon Untukmu, Bekantan..
Penanaman Pohon Bakau di Pulau Bakut, Kalimantan Selatan, Indonesia

Aksi Sosial Penanaman Pohon di Pulau Bakut, Kalimantan Selatan 


Kamis, 24 April 2014

Sampah PKL Jembatan Barito Ancam Habitat Bekantan Pulau Bakut

Biodiversitas Indonesia - Meski telah dipasang rambu lalu-lintas dilarang berhenti disepanjang Jembatan Barito, nyatanya masih banyak masyarakat yang parkir di atas jembatan. Tidak hanya sepeda motor, bahkan mobilpun sering di jumpai, terlebih pada saat hari libur nasional seperti hari Minggu dan hari besar lainnya. Selain milik masyarakat yang memang ingin bersantai di atas jembatan, sebagian besar kendaraan yang terparkir ini adalah milik pengendara yang sengaja menyempatkan waktu untuk melihat pemandangan dan berfoto diatas jembatan.
Kegiatan Di Atas Jembatan Barito,
Termasuk Pedagang Kaki Lima (PKL) Foto
Kesempatan ini tentu saja tidak disia-siakan para pedagang kaki lima (PKL) yang ingin mengais rezeki. Di area yang jelas terpampang rambu di larang Stop tersebut tampak berjejer penjual pentol, aneka minuman dingin serta penjual kue. Selain kerap membuat arus lalu-lintas di atas jembatan menjadi tersendat, ironisnya para pedagang dan pembeli kurang memperhatikan sampah bungkus makanan dan minuman yang mereka makan.
Duta Bekantan, Ambar Pertiwi
Bakti Sosial, Memungut Sampah di Area Konservasi Pulau Bakut
Duta Konservasi, Zainuddin
Bakti Sosial Memungut Sampah di area Pulau Bakut
Selain berserakan di jembatan, bungkus makanan dan minuman yang umumnya terbuat dari plastik sering kali dibuang ke sungai atau Pulau Bakut yang posisinya tepat berada di bawah jembatan. Padahal, pulau ini merupakan area kawasan konservasi bagi Bekantan (Nasalis larvatus) satwa endemik Kalimantan sekaligus maskot Provinsi Kalsel.

Menurut pantauan tim Biodiversitas Indonesia, sampah-sampah dari berbagai jenis seperti botol kaca, botol plastik, gelas plastik air mineral,serta  bungkus makanan dan minuman tampak berserakan di Pulau Bakut yang berada persis di bawah jembatan. Beberapa kantong plastik berisi sampah juga terlihat tersangkut di bagian sisi jembatan dan didahan-dahan pohon. Nampaknya, kantong-kantong plastik berisi sampah ini sengaja dibuang oleh oknum pedagang kaki lima dengan cara di lempar atau di masukan ke lubang pada sisi jembatan.

Keadaan ini tentu saja sangat memprihatinkan dan dapat mengancam kelestarian Bekantan yang ada di Pulau Bakut jika tidak segera ditindak lanjuti. Padahal perda tentang larangan membuang sampah sembarangan sanksinya jelas, yaitu denda mulai dari 250 ribu hingga 50 Juta atau kurungan penjara 7 hari hingga 6 bulan, terlebih jika di lakukan di area konservasi. Biodiversitas Indonesia berharap Pemerintah beserta pihak terkait bisa segera menemukan solusi dan jalan keluar untuk masalah ini sesegera mungkin (mj).





Minggu, 06 April 2014

Spesies Baru Kukang Kalimantan

Sedikitnya 3 jenis baru Kukang di temukan di Pulau Kalimantan. Ketiga spesies baru Kukang tersebut adalah Nycticebus kayanNycticebus  borneanus, dan Nycticebus bancanus. Sebelumnya Nycticebus  borneanus, dan Nycticebus bancanus masih di masukan kedalam jenis Nycticebus menagensis.
Kukang Kalimantan

Nycticebus kayan adalah spesies baru yang belum dikenali. Spesies ini ditemukan di tengah-timur dataran tinggi Kalimantan. Namanya diambil dari sungai setempat, Kayan, di Kalimantan Timur. Sedangkan Nycticebus bancanus bisa ditemukan di bagian barat daya Kalimantan yang dikenal memiliki kekhasan warna bulu, sementara Nycticebus  borneanus  hidup di bagian tengah selatan Kalimantan dengan ciri wajah gelap dan kontras. 

Tiga spesies baru  Kukang di Pulau Kalimantan ini di temukan oleh Ahli peneliti primata kukang Universitas Oxford Brookes, Profesor Ana Nekaris, melalui penelitian Deoxyribonucleic acid atau DNA kukang di Indonesia.

Selain  akan ditambahkan dalam daftar merah IUCN sebagai spesies yang terancam punah,", Kukang merupakan primata yang di lindungi oleh Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati, ancaman yang dijatuhkan adalah kurungan lima tahun penjara serta denda sebanyak Rp 100 juta.

Fakta Kukang Kalimantan (Nycticebus kayan)

Di balik penampilannya yang lucu dan imut Kukang ini ternyata merupakan primata yang memiliki racun mematikan. Gigitan beracun spesies Kukang yang baru saja ditemukan di Kalimantan ini dapat membunuh manusia.

Racun tersebut terdapat di kelenjar siku yang terhubung ke mulutnya. Saat terancam bahaya kukang ini mengambil racun ke dalam mulutnya dan mencampurnya dengan air liur. Racunnya menimbulkan anaphylactic shock berujung kematian jika tergigit.

Sumber : Antaranews

Jumat, 14 Maret 2014

Penangkaran kupu-Kupu Ali Muntahar, Berbisnis Tapi Peduli

Di tengah maraknya perburuan hewan di alam liar untuk di perjual belikan, Ali Muntahar mengambil langkah yang patut di acungi jempol. Sadar dengan pentingnya tetap menjaga kelestarian hewan cantik ini, Ali lantas berinisiatif mengembangkan penangkaran kupu-kupu untuk bahan kerajinan yang menjadi sumber penghasilan keluarganya saat ini.
koleksi kupu-kupu bantimurung
Kupu-kupu Bantimurung
Di belakang rumahnya di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan terdapat sebuah penangkaran yang mampu menampung ratusan ekor kupu-kupu yang terdiri dari sekitar 10 jenis. Indukan kupu-kupu di peroleh dengan menangkapnya di alam kemudian di tempatkan di penangkaran untuk selanjutnya dibiarkan melakukan perkawinan secara alami. Setelah bertelur indukan biasanya akan mati dengan sendirinya, kupu-kupu yang mati inilah yang digunakan Ali sebagai bahan pembuatan beragam cindera mata yang di jual dalam dan luar daerah, serta di sekitar kawasan Kawasan Taman Nasional Bantimurung.
kerajinan berbahan kupu-kupu
Contoh cinderamata dari kupu-kupu


Di Kabupaten Maros memang terdapat Kawasan Taman Nasional Bantimurung yang dikenal sebagai habitat kupu-kupu yang unik dan langka seperti Papilo androkles dan Papilo blumei. Tak heran Maros menetapkan hewan cantik ini sebagai maskot daerahnya.
Cindera mata kupu-kupu yang di pajang di sebuah cafe

Pemanfaatan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan perlu terus dikembangkan. Eksploitasi yang berlebihan justru akan mengancam kelestarian flora dan fauna yang akhirnya merugikan manusia itu sendiri. Mari berlaku bijak terhadap alam, stop pengrusakan hutan dan perburuan satwa liar. 

Kamis, 06 Maret 2014

Seminar Peringatan World Wildlife Day

Puluhan peserta yang mengikuti seminar "Pengenalan dan Pelatihan Konservasi Bekantan" tampak antusias menyimak berbagai materi dari penyaji. Kegiatan seminar yang di selenggarakan oleh Program Magister Pendidikan Biologi Unlam bekerjasama dengan Lembaga Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) di gelar dalam rangka memperingati "Word Wildlife Day" yang jatuh pada tanggal 3 Maret lalu.

Pemateri dan Peserta seminar 


Ketua Program Magister Pendidikan Biologi Unlam Banjarmasin
Dr. H. M Zaini, M.Pd dan pemateri
 
Prof. Dr. Ir. H. M. Arief Soenjoto, M. Sc 

Seminar di buka langsung oleh Dr. H. M Zaini, M.Pd (Ketua program Magister Pendidikan Biologi Unlam) dengan pembicara Prof. Dr. Ir. H. M. Arief Soenjoto, M. Sc guru besar Fakultas Kehutanan Unlam yang juga peneliti dan pemerhati Bekantan di Kalsel.
jumlah seminar pelatihan
Peserta Seminar

Bertempat di ruang multimedia Pasca Sarjana Pendidikan Biologi Unlam Banjarmasin, kegiatan yang di helat Kamis (6/3/14) ini di hadiri peserta yang berasal dari berbagai kalangan di antaranya pelajar Sekolah Menengah Atas) Mahasiswa dan mahasiswi S1 serta S2 Unlam, komuntias Sahabat Bekantan Indonesia serta tidak ketinggalan Ambar Pertiwi  (Duta Bekantan) dan Zainuddin (Duta Konservasi).

Seminar dan pelatihan bekantan
Suasana Seminar Pengenalan dan Pelatihan Konservasi Bekantan
Dalam sambutannya Dr. H. M Zaini, M.Pd berharap pemerintah daerah bisa lebih tegas dalam menjaga dan mempertahankan habitat Bekantan dari ancaman alih fungsi. "Pemerintah harus tegas terhadap pengusaha yang akan melakukan kegiatan alih fungsi hutan yang menjadi habitat Bekantan, kalau tidak mereka akan semakin terancam" tegasnya.

Dalam pemamparan materinya Prof. Dr. Ir. H. M. Arief Soenjoto, M. Sc mengingatkan bahwa kawanan Bekantan yang berada di luar area konservasi jauh lebih berisiko dari kegiatan alih fungsi habitat sehingga harus terus di awasi. "Kawanan Bekantan yang tinggal di luar kawasan konservasi lebih berisiko dan harus mendapat perhatian" ujarnya.

Di tambahkan Arief saat ini ada banyak kawanan Bekantan yang berada di luar habitat alaminya dan perlu mendapat perhatian serius oleh pemerintah daerah untuk mempertahankan habitat yang ada atau merelokasinya.

Panitia pelaksana Amalia Rezeki menuturkan, seminar "Pengenalan dan Pelatihan Konservasi Bekantan" ini adalah langkah awal untuk melahirkan kader-kader baru untuk pelestarian Si Maskot. Rencananya seminar dengan materi dan pelatihan yang lebih detail akan kembali digelar dalam waktu dekat (mj).

Selasa, 04 Maret 2014

Sahabat Bekantan Sambangi BPost

Biodiversitas Indonesia - Sekitar pukul 11.00 Wita delapan perwakilan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) menyambangi Kantor Banjarmasin Post di Jl. AS Musafa, Selasa (4/4/14). Rombongan yang dipimpin langsung oleh Amalia Rezeki, Ketua Biodiversitas Indonesia ditemani oleh Ambar Pertiwi (duta bekantan) dan Zainuddin (duta konservasi) di terima langsung oleh pimpinan umum Harian Banjarmasin Post, H. Pangeran Rusdy Effendi. AR.
 
Audiensi Sahabat Bekantan ke Banjarmasin Post

Dalam kesempatan Audiensi tersebut Amalia Rezeki, Ketua Biodiversitas Indonesia menyampaikan rasa terimakasihnya secara khusus kepada H. Pangeran Rusdy Effendi. AR yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menerima rombongan Sahabat Bekantan Indonesia. Secara lebih spesifik Amalia menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan mereka selain menjalin silaturahim juga untuk meminta dukungan untuk setiap kegiatan Komunitas Sahabat Bekantan dalam upaya memperjuangkan kelestarian serta mengangkat citra "Si Maskot" Kalimantan Selatan.
Sahabat Bekantan Indonesia
Ambar Pertiwi menyerahkan cinderamata untuk Bpost
H. Pangeran Rusdy Effendy AR mengapresiasi positif kedatangan rombongan dan berjanji akan mendukung penuh kegiatan Sahabat Bekantan dalam mensosialisasikan kelestarian Bekantan, apalagi selama ini BPost memang memiliki misi serupa yaitu mengenalkan "Si Pemalu" melalui media. Beliau juga berharap semoga dengan adanya upaya seperti yang dilakukan oleh Komunitas Sahabat Bekantan ini, pemerintah daerah bisa lebih peduli terhadap keberadaan Bekantan yang merupakan hewan endemik ikon provinsi ini.
Biodiversitas Indonesia
Penyerahan Kenang-kenangan dari Bpost
Pertemuan yang berlangsung sekitar 30 menit tersebut di akhiri dengan penyerahan cinderamata atau kenang-kenangan oleh kedua belah pihak. Cinderamata dari SBI di serahkan oleh Ambar Pertiwi (Duta Bekantan) kepada H. Pangeran Rusdy Effendi AR, sedangkan kenang-kenangan dari Bpost di terima oleh Amalia Rezeki (Ketua Biodiversitas Indonesia).


Sabtu, 08 Februari 2014

Kampung Bekantan di Tapin

Bekantan (Nasalis larvatus)
Kabar baik bagi upaya perlindungan dan pelestarian satwa endemik Bekantan. Untuk "mengamankan" sekitar 358 ekor bekantan di kecamatan Tapin Tengah, Bupati Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan HM Arifin Arpan menyediakan sekitar 90 Ha areal hutan yang di jadikan "Kampung Bekantan". 

Kampung Bekantan ini merupakan suatu wadah atau areal untuk perlindungan habitat "Si Pemalu" dari ancaman kepunahan. Dengan adanya Kampung Bekantan di harapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut menjaga hewan di lindungi ini.

Di tambahkan oleh HM Arifin Arpan, dalam waktu dekat pihaknya akan membangun dermaga dan menara pantau di lokasi habitat Bekantan tersebut serta menerbitkan peraturan bupati tentang pengamanan  habitat Bekantan itu dari pihak-pihak yang mencoba melakukan kegiatan alih fungsi.

Perhatian dan kepedulian terhadap Bekantan fauna maskot provinsi Kalimantan Selatan ini memang menunjukan indikasi yang semakin membaik, salah satunya berkat upaya Sahabat Bekantan yang gencar melakukan berbagai kegiatan baik berupa Sosialiasi, observasi maupun publikasi di media cetak dan online.

Tentunya masyarakat Kalsel berharap, kedepan satwa unik dan langka ini tidak hanya tinggal cerita. Terlebih sebuah penelitian mengungkapkan jika tidak ada upaya serius untuk menyelamatkannya diperkirakan hewan ini akan punah 14 tahun lagi (teks mj/foto Ichwan Hakeem).

Jumat, 07 Februari 2014

Komunitas Sahabat Bekantan

Kampanye Sahabat Bekantan pada peringatan Hari Primata Nasional
Minimnya perhatian terhadap hewan Bekantan menggugah hati sejumlah remaja untuk ikut mengembangkan sekaligus menjaga hewan endemik khas banua itu dari kepunahan.

Oleh sebab itulah remaja yang tergabung dalam Sahabat Bekantan itu membentuk komunitas.
Sahabat Bekantan adalah merupakan komunitas pecinta Bekantan Indonesia yang didirikan oleh pusat studi dan konservasi keanekaragaman hayati Indonesia.

Ketua Sahabat Bekantan, Agustina Ambar Pertiwi, mengatakan komunitas ini dibentuk pada November 2013 lalu dalam rangka membantu pemerintah terhadap perlindungan Bekantan di Kalimantan Selatan.
"Lalu Biodiversitas Indonesia Kalsel membuat program Sahabat Bekantan  dengan misi Save Our Mascot," tandas Alumni Unlam Jurusan Pendidikan Biologi ini.
Program ini bertujuan melakukan sosialisasi untuk perlindungan dan pelestarian Bekantan, Pencegahan dan menghentikan perburuan liar serta perdagangan Bekantan dan kegiatan konservasi yang difokuskan di Pulau Bakut, Barito Kuala.

Selain itu, kata dia, komunitas ini berguna mensosialisasikan sekaligus memperjuangkan kelestarian "Si Pemalu" yang kini populasinya semakin menurun.
Kehadiran Sahabat Bekantan tentunya sangat diharapkan untuk membantu upaya pelestarian hewan yang telah ditetapkan sebagai maskot banua.
"Dengan jumlah anggota yang mencapai 50 orang, kami yakin kami bisa," sebut Ambar.

sumber :
http://banjarmasin.tribunnews.com/2014/02/07/sahabat-bekantan-yakin-bisa-lestarikan-maskot-kalsel-ini

Minggu, 02 Februari 2014

Perjalanan Tim Biodiversitas Indonesia Menjumpai Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus)

Biodiversitas Indonesia- Menyusuri sungai di antara rimbun semak serta teduhnya daun pepohonan di pedalaman Kalimantan Tengah menjadi pengalaman unik yang tak terlupakan  bagi Tim Biodiversitas Indonesia bersama Sahabat Bekantan. Apalagi  bisa bertemu, melihat dan mengamati aktivitas Orangutan dari jarak hanya beberapa meter rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. 
Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng

Menyusuri sungai atau menembus lebatnya rimba hutan Kalimantan memang bukan pertama kalinya bagi Tim Biodiversitas Indonesia, tapi yang berbeda kali ini ada misi khusus yaitu berjumpa dan mengenal lebih dekat Orangutan Kalimantan ( Pongo pygmaeus) salah satu dari dua sub-spesies orang utan yang ada di Indonesia, selain kerabatnya yaitu Orangutan Sumatera (Pongo abelli) yang ada di Pulau Sumatera. 
Tim Biodiversitas Indonesia
Tim Biodiversitas Indonesia dan Sahabat Bekantan
 Bersama pihak BOS Nyaru Menteng dan Wildlife Photograper Palangkaraya
Berangkat dari Banjarmasin, Tim Biodiversitas Indonesia memilih transportasi darat menggunakan mobil menuju Kota Palangkaraya. Banjarmasin-Palangkaraya berjarak sekitar 192 Km dengan lama waktu tempuh berkisar antara 4,5-5 jam. Tujuan Tim adalah Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Yayasan Borneo Orangutan Survival di Nyaru Menteng yang berjarak kurang lebih 28 km dari Pusat Kota Palangkaraya. 

Tiba di Palangkaraya, Tim tidak lantas langsung meluncur ke BOS Nyaru Menteng melainkan menuju kantor BKSDA untuk mengurus beberapa surat izin masuk kawasan konservasi (SIMAKSI). Berkat bantuan bang Ugi dari Komunitas Wild Life Fotografi, Tim sangat terbantu dalam pengurusan surat menyurat ini.  Hari menjelang sore, Kami bergerak menuju tempat peristirahatan untuk beristirahat melepas penat dan lelah selama perjalanan. 
Pengurusan SIMAKSI di BKSDA Kalimantan Tengah


Malam yang gelap dan dingin akhirnya berlalu, perlahan cahaya redup mulai menyeruak di ufuk timur pertanda matahari akan segera muncul, Tim segera berkemas untuk melanjutkan perjalanan. Meski waktu baru menunjukan pukul 07.00 WIB tetapi Tim sudah tiba di lokasi, maklum jarak lokasi dari tempat menginap hanya sekitar 25 km. Karena masih terlalu pagi Kami harus menunggu perwakilan pihak BOS Nyaru Menteng untuk menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan Tim Biodiversitas sekaligus menyerahkan SIMAKSI.

Di luar dugaan ternyata Kami harus menunggu cukup lama untuk bertemu perwakilan pihak BOS yang akhirnya setelah hampir pukul 09.00 WIB baru menerima Kami. Koordinator Tim, Zainuddin didamping rekan-rekan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan Kami. Sekali lagi, Kami harus menelan kekecewaan ternyata untuk bisa bertemu dan melihat aktifitas Orangutan dari dekat di Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng terkesan sangat ribet dan berbelit-belit. Dengan berbagai alasan yang di kemukakan oleh Monterado Fridman Koordinator Komunikasi dan Edukasi Nyaru Menteng pada intinya menjadi sesuatu yang hampir mustahil bagi masyarakat awam bisa berada di posisi yang cukup dekat dengan Orang-orang utan di sini. Namun bagi para donatur atau pengadopsi yang umumnya warga negara asing justru sebaliknya.

Bagi Tim Biodiversitas Indonesia dan Sahabat Bekantan, sebenarnya melihat dan berjumpa Orangutan di Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Nyaru Menteng bukanlah prioritas, karena sebenaranya yang menjadi tujuan utamnya adalah melihat aktifitas mereka di alam liar atau hutan. Kamipun tidak ingin berlama-lama "ngobrol" di Ruang Informasi dan Edukasi yang notabene sebagian besar informasi mengenai Orangutan dan Yayasan BOS tersebut bisa dengan mudah didapat di berbagai sumber di internet.

Untuk diketahui, selama proses Rehabilitasi dan Reintroduksi setiap individu Orangutan akan menjalani beberapa tahapan yaitu Karantina, Sosialisasi dan Release yang lamanya bahkan bisa mencapai 6-8 tahun. Nah, di antara tahap tersebut ada namanya tahap Pra release atau pra pelepasan di mana Orangutan yang sudah hampir siap dilepas liarkan akan ditempatkan di Hutan Singgah, sebuah kawasan hutan yang memang memiliki keanekaragaman hayati mendekati habitat aslinya. Tujuannya adalah untuk melatih dan memunculkan insting liar si Orangutan sehingga benar-benar siap di lepas-liarkan.

Hutan singgah ada di beberapa tempat yang jaraknya tidak jauh dari lokasi Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan. Lokasi tersebutlah yang rencananya akan dituju oleh Tim untuk melihat dan mengamati perilaku dan tingkah polah Orangutan semi liar di habitat hutan singgah.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukan pukul 11.00 WIB, terik matahari semakin menyengat Tim meluncur menuju salah satu dermaga terdekat dengan hutan singgah. Setelah bernegosiasi dengan masyarakat pemilik perahu motor yang memang kerap di sewa untuk tujuan serupa akhirnya Kami berangkat ke lokasi.
Persiapan Tim menuju Lokasi Habitat Orangutan

Menyusuri Sungai menuju Habitat Orangutan Kalimantan Tengah
Suasana Habitat Orangutan


Aktivitas Orangutan di alam


Meski terik matahari terasa membakar kulit, Tim tampak tak kehilangan semangatnya. Perahu motor terus melaju menyusuri sungai. Sarang-sarang Orangutan di pepohonan  menandakan bahwa disini memang habitat mereka. Tiba-tiba pandangan semua mata tertuju pada titik yang tunjuk oleh salah satu anggota Tim Biodiversitas Indonesia dan Sahabat Bekantan, "Orangutan," ucap Wandi, sembari menunjuk pada satu individu Orangutan yang tampak sedang berendam di tepian sungai. Panas matahari yang menyengat rupanya membuat Orangutan ini memutuskan berendam.
Orangutan

Setelah mengabadikan moment tersebut, perahu motor kembali bergerak. Tak jauh berselang, Kami kembali memusatkan perhatian pada beberapa Orangutan di salah satu pohon. Salah satu Orangutan tersebut tampak bergelantungan sedangkan yang lain hanya berpegangan pada salah satu dahan tampak bernaung dari terik matahari. Berada di atas Perahu motor yang relatif kecil dan mudah goyang akibat ombak arus sungai yang cukup deras membuat Tim kesulitan mengambil gambar, meski menggunakan kamera tele. Menurut juru kemudi, setiap perahu yang membawa pengunjung tidak diperkenankan mendekati Orangutan kurang dari jarak 15 meter apalagi menambatkan perahu di tepian sungai.

Sepertinya hari itu memang menjadi salah satu hari terpanas, karenanya Koordinator Tim akhirnya meminta juru kemudi untuk kembali. Di perjalanan pulangpun, Kami masih melihat beberapa Orangutan tampak sedang asik dengan aktifitas mereka masing-masing. Meski menurut juru kemudi Kami datang tidak waktu dan moment yang pas karena biasanya waktu terbaik mengunjungi hutan singgah adalah saat Feeding yaitu pemberian suplai makanan oleh pihak BOS Nyaru Menteng. Saat Feeding, semua Orangutan akan keluar dari dalam hutan untuk mengambil makanan berupa buah dan umbi-umbian pada pagi dan sore hari. Namun Tim merasa cukup puas bisa mendapatkan kesempatan langka bertemu dan melihat langsung aktifitas dan tingkah polah Orangutan di alam.

Minggu, 19 Januari 2014

Sikap Acuh Pengunjung, Petaka Satwa Kebun Binatang

Matinya puluhan satwa Kebun Binatang Surabaya (KBS) dalam beberapa bulan terakhir membuat hati kita miris. Kematian beberapa hewan langka yang bahkan beberapa di antaranya adalah koleksi satu-satunya KBS dimana seharusnya bisa menjadi objek bagi masyakarat untuk melihat dan mengenal satwa tersebut lebih dekat  kini sudah tidak ada. Tidak sedikit masyarakat yang mempertanyakan tim pengelola KBS. Banyak pula yang menganggap pengelola kurang serius dalam merawat satwa tersebut dan hanya memikirkan keuntungan semata.
Beruang, salah satu  hewan yang menghuni Kebun Binatang Surabaya

Namun jika kita cermati, kematian hewan-hewan koleksi Kebun Binatang tidak sepenuhnya karena kesalahan pengelola atau petugas Kebun Binatang. Tanpa disadari kerap kali pengunjung turut andil menjadi penyebab kematian bagi satwa-satwa malang tersebut. Perilaku acuh pengunjung terhadap tata tertib di Kebun Binatang, seperti tidak membuang sampah pada tempatnya, tidak memberi makan hewan dengan makanan sembarangan, dan tidak menganggu atau mengagetkan satwa, serta berbagai aturan lain menjadi penyebab kematian mereka. 

Kematian Jerapah (Giraffa Camelopardalis Reticulata) di Kebun Binatang Surabaya yang di dalam perutnya ditemukan  sekitar 20 kilogram kantong plastik, cukup menjelaskan perlunya menjaga kebersihan Kebun Binatang dari berbagai jenis sampah. Adalah sulit bagi pengelola untuk menjaga seluruh Area Kebun Binatang bebas dari sampah tanpa peran serta dan dukungan setiap pengunjung yang datang. Sampah plastik memang kerap kali dilaporkan menjadi penyebab matinya berbagai spesies hewan sebagai contoh kematian Penyu Hijau (green sea turtle) di lepas pantai Argentina dan kematian spesies Albatros.

Tidak memberi makan hewan di kebun binatang secara sembarangan tidak kalah pentingnya. Petugas Kebun Binatang tentunya telah mengatur dan memberi makan hewan-hewan tersebut sesuai dengan jenis makanan yang tepat. Maksud baik pengunjung untuk memberi makanan tanpa pengetahuan dasar mengenai jenis pakan yang tepat untuk hewan justru dapat berakibat fatal. Sebagai contoh bagi masyarakat awam menganggap Bekantan (Nasalis larvatus) mungkin sama halnya dengan monyet biasa yang menyukai pisang matang atau buah-buahan lainnya. Padahal faktanya, Bekantan tidak memakan buah-buahan matang yang banyak mengandung gula karena dapat membuatnya kembung.

Menjaga ketenangan serta tidak melakukan aktifitas yang dapat mengaggetkan binatang juga tidak kalah pentingnya. Beberapa hewan sangat mudah stress jika dikagetkan atau diperlakukan secara tidak wajar. Hewan yang mengalami stress akan susah makan dan akhirnya perlahan-lahan mati. 

Marilah menjadi pengunjung yang bertanggung jawab, dengan turut menjaga kelangsungan satwa-satwa Kebun Binatang dengan mentaati aturan-aturan yang ada. Mari bersama kita dukung Kebun Binatang di Indonesia untuk berbenah sehingga bisa lebih serius dan fokus terhadap perawatan satwa-satwa yang ada. Kita juga berharap pemerintah dan instansi terkait tidak hanya fokus membenahi Kebun Binatang, tetapi juga serius menjaga habitat asli hewan-hewan tersebut dengan tidak mudah memberikan izin kepada perusahaan yang berhubungan dengan kegiatan alih fungsi hutan (mj). 



Minggu, 12 Januari 2014

Habitat Terbatas Populasi Burung Kareo Padi semakin menurun

Kareo Padi atau oleh masyarakat Kalsel disebut Burak-burak adalah nama jenis bagi burung yang kerap ditemukan di rawa-rawa, sekitar tepian sungai, waduk, tambak dan persawahan. Burung ini berukuran tidak terlalu besar,  panjang tubuh dewasa dapat mencapai  25-30 cm dengan warna dominasi hitam atau abu-abu dan putih serta sedikit warna seperti merah bata pudar di bagian bawah ekor. 


Pemburu Burak-Burak
Hidup secara berpasangan atau sendiri dengan memakan serangga kecil, katak kecil, ikan, cacing dan biji rerumputan. Memiliki suara khas berpola "kwok-kwok" atau "turr kwak-kwak". Sarang di buat dari rerumputan di dalam vegetasi yang tertutup, sekali bertelur bisa menghasilkan 3-6 butir dengan masa berbiak sepanjang tahun.
Hasil Tangkapan Burak-burak 
Selain di Indonesia  Kareo Padi juga bisa ditemukan antara lain di India, Cina selatan, Asia tenggara,  dan Filipina. Di Indonesia burung ini bisa di jumpai antara lain di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Burak-burak termasuk hewan penetap atau tidak melakukan migrasi.
Kareo Padi atau Burak-burak (Amaurornis phoenicurus)
yang telah di sembelih
Meskipun secara status menurut IUCN, Kareo Padi atau Burak-burak sementara ini masih berstatus Least Concern (LC) atau Berisiko rendah namun jika perburuan dan laju alih fungsi habitat tidak terkendali tidak mustahil status ini bisa naik menjadi Near Threatened (NT) atau bahkan Vulnerable (VU). 

Ancaman terbesar hewan ini adalah perburuan oleh masyarakat untuk di konsumsi serta alih fungsi habitat mereka. Kini ditengah tingginya permintaan akan daging burung tersebut, habitat yang terbatas untuk mendukung perkembangbiakannnya membuat populasi Kareo Padi semakin menyusut. Bahkan menurut penuturan warga di beberapa kawasan seperti di Marabahan, burung ini sudah mulai jarang di jumpai, padahal beberapa tahun sebelumnya burung ini masih sering terlihat di sekitar persawahan dan semak rawa.

Sistem Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Gruiformes
Famili: Rallidae
Genus: Amaurornis
Spesies:  Amaurornis phoenicurus Pennant, 1769

Selasa, 07 Januari 2014

Tim Sahabat Bekantan Pantau "Proboscis Monkey" Pulau Kaget


Sahabat Bekantan - Hari masih pagi Tim Sahabat Bekantan dipimpin oleh Zainuddin Ketua Divisi Konservasi tampak sibuk berkemas. Rupanya mereka sedang mempersiapkan segala keperluan guna pengamatan Bekantan (Nasalis larvatus) di salah satu pulau yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Barito Kuala yaitu Pulau Kaget. 


Pagi itu (Minggu, 05/01/14), mereka bergerak dari sekretariat Biodiversitas Indonesia menggunakan transportasi darat menuju dermaga dimana sebuah kapal motor telah dipersiapkan untuk mengantarkan ke lokasi tujuan.

Tim Observasi
Observasi Tim Sahabat Bekantan di Pulau Kaget
Pengamatan Bekantan

Pulau Kaget adalah sebuah delta yang terletak di tengah-tengah sungai Barito termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Tabunganen, Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Pulau Kaget terletak dekat muara sungai Barito dengan perwakilan tipe ekosistem hutan mangrove dengan berbagai jenis flora seperti rambai (Sonneratia caseolaris), nipah (Nypa fructicans), bakung (Crinum asiaticum), jeruju (Acanthus ilicifolius), dan lain-lain. Selain merupakan kawasan konservasi habitat Bekantan (Nasalis larvatus), Pulau Kageet juga menjadi habitat bagi fauna lain  seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), elang laut perut putih (Heliaetus leucogaster), elang bondol (Haliastur indus), raja udang biru (Halycon chloris), dan lain-lain.
Suaka Margasatwa Pulau Bakut
Pada tahun 1999, pulau ini ditetapkan Sebagai Cagar Alam sesuai  Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 337/Kpts-II/1999 tanggal 24 Mei 1999. Namun sempat mengalami degradasi sehingga dilakukan rehabilitasi kawasan khususnya tanaman Rambai Padi yang menjadi sumber makanan utama Bekantan. Atas pertimbangan tersebut akhirnya Menteri Kehutanan dan Perkebunan mengeluarkan  Surat Keputusan Nomor: 772/Kpts-II/1999 tanggal 27 September 1999  yang mengubah fungi kawasan tersebut dari Cagar Alam menjadi Suaka Margasatwa.

Bekantan (Nasalis larvatus)





Usaha rehabilitasi kawasan tersebut rupanya membuahkan hasil, berdasarkan observasi Tim Sahabat Bekantan setidaknya ditemukan sekitar 6 kelompok bekantan dengan jumlah rata-rata anggota sebanyak 7-15 individu perkelompok. Hasil observasi ini tentunya sebuah kabar gembira, karena sebelum tahun 90-an Pulau Kaget sempat mengalami degradasi kawasan yaitu matinya sebagian besar pohon Rambai padi (Soneratia caseolaris) yang berimbas pada penurunan populasi Bekantan secara drastis. 

Amalia Rezki, Ketua Biodiversitas Indonesia yang juga turut serta dalam kegiatan observasi tersebut mengaku sangat senang. Untuk turut menjaga keberhasilan upaya rehabilitasi kawasan tersebut rencananya Biodiversitas Indonesia akan membentuk tim pantau khusus guna mengikuti perkembangan populasi bekantan di Pulau Kaget sekaligus melakukan sosialiasi konservasi bekantan kepada masyarakat sekitar.